Rabu, 21 Mei 2014

Kriteria Teman Sejati - Bagian 2


Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh …
Ikhwan dan akhwat fillah, semoga Allah SWT senantiasa mempermudah aktifitas kita dan memberkahinya. Mohon maaf karena kajian ahad pagi yang semestinya saya post kemarin sempat tertunda karena persiapan mengisi seminari RSI Surakarta.

Mari kita lanjutkan pembahasan kita sebelumnya, yaitu tentang kriteria teman sejati bagian dua. Setelah sebelumnya kita membahas tentang dua kriteria : Pemahaman dan Pengamalan Keagamaan serta syarat Kesuburan, maka yang berikutnya adalah :

Ketiga : Hendaknya menikah dengan Gadis Perawan.

Dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata : Aku menikah kemudian aku datangi Rasulullah SAW , lalu beliau bertanya : “ Apakah engkau sudah menikah wahai Jabir ?” . Aku menjawab : “ Benar”. Belia bertanya kembali : “ Apakah dengan janda atau gadis ? “ .Maka aku menjawab : “ dengan seorang janda “ . Beliaupun berkata : “ Mengapa bukan seorang perawan hingga engkau bisa bermain dengannya dan ia pun bisa bermain2 dengan mu ? “ (HR Bukhori dan yg lainnya)

Kriteria di atas ini tentunya bukan sesuatu yang mutlak atau sebuah keharusan . Melainkan dianjurkan agar bisa menciptakan kondisi rumah tangga yang lebih dinamis dan romantis. Dalam prakteknya, istri2 Rasulullah SAW yang dinikahi dalam keadaan gadis pun hanya ibunda Aisyah ra. Mengapa gadis ? Rasulullah SAW memberikan alasan : agar engkau bisa bermain-main dengannya dan ia pun bisa bermain denganmu. Ini artinya, secara fitrah potensi seorang gadis lebih dekat pada anak-anak yang tulus , lugu dan ceria. Sehingga memungkinkan untuk dianjak bercanda dengan beragam rupa. Barangkali berbeda dengan janda yang lebih ‘serius’ melihat sebuah pernikahan. Tetapi sekali lagi, setiap orang bisa memiliki potensi untuk ceria dan kekanak-kanakan tanpa meliat usia dan status perawan atau jandanya. Wallahu a’lam.

Keempat : Hendaknya berasal dari keturunan yang baik dari sisi agama dan qonaahnnya.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : Seorang wanita dinikahi karena empat hal : hartanya, nasab keluarganya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah yang baik agamanya, niscaya engkau akan beruntung” (HR Bukhori dan Muslim)

Hadist di atas memang sebenarnya mewacanakan kriteria pasangan secara umum, dengan penekanan pada unsur agama sebagai prioritas utama. Tapi itu bukan berarti menafikkan kriteria lainnya, semisal : keturunan. Hendaknya kita melihat latar belakang keluarga pasangan kita, khususnya dalam masalah agama dan qonaahnya. Setidaknya menjadi pertimbangan tersendiri, karena bagaimanapun keluarga akan memberikan warna pada kepribadian seseorang.

Kelima : Hendaknya mempunyai wajah yang rupawan atau cantik.

Syarat wajah yang rupawan atau cantik tentu saja bukan syarat utama, apalagi kita juga sama-sama mengetahui bahwa untuk menilai cantik tidaknya seseorang sangat berbeda-beda. Jadi kriteria ini jangan sampai disalah artikan sebagai pelecehan perempuan karena hanya dinilai dari sisi fisik saja. Sejatinya mengapa dianjurkan memilih pasangan yang rupawan juga untuk kepentingan dan manfaat tertentu, yaitu agar lebih menjaga pandangan dan hati serta bertambah kecintaan. Karena itulah memang syariat kita menganjurkan untuk menikah, yaitu untuk menjaga pandangan.

Begitu pula dalam proses khitbah disyariatkan juga an-nadhor atau melihat pasangan, agar benar2 keputusan yang ada bukan sekedar keterpaksaan. Dalam hadits lain juga diisyaratkan hal yang senada tentang kecantikan pasangan : Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW ditanya : “ perempuan bagaimanakah yang terbaik ? “. Beliau menjawab, “ yang membuatmu bahagia ketika engkau memandangnya …. “ (HR An-Nasa’i).

Meskipun demikian, jika kecantikan kemudian menjadi hal yang pertama dan utama dalam pilihan kita, maka sesungguhnya akan menyebabkan kerugian di hari-hari berikutnya. Dalam hadist lain disebutkan : “ Janganlah engkau menikahi wanita karena kecantikannya, karena bisa jadi itu akan menghancurkannya ( karena sombong dan ta’ajub) “ (HR Baihaqi)

Keenam : Hendaknya bukan dari kalangan kerabat dekat secara keturunan.

Meskipun dalam Islam dibolehkan kita menikah dengan kerabat dekat yang bukan mahram : semisal sepupu (anak paman/bibi), tapi kita dianjurkan untuk menikah dengan mereka yang jauh secara kekerabatan dengan kita. Hikmahnya tentu menjadi banyak , antara lain :
1- Memperluas persaudaraan dan ta’aruf antar suku atau daerah, sebagaimana tersirat dalam surat Al-Hujurot ayat 13
2- Menjauhkan dari kemungkinan “memutus tali persaudaraan “ , karena bisa terjadi pasangan dari kerabat dekat yang berselisih akan memperluas wilayah konflik menjadi pemutusan hubungan kekerabatan.
3- Menjauhkan dari keturunan yang lemah, sebagaimana dibuktikan dalam kedokteran genetika modern, dan telah disampaikan Rasulullah SAW sejak lama.

Wallahu a’lam bisshowab. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada kita untuk memahami, mengamalkan dan menyebarkan kebaikan2 dalam pembahasan kita pagi ini. Jazakumullah atas perhatian dan sharenya. Wassalamu’alaikum wr wb.



http://www.indonesiaoptimis.com/2009/06/kriteria-teman-sejati-bagian-2.html

Romantis Islami : Murah dan Berpahala (Bagian 3-habis)

Jika romantis itu identik dengan memberikan hadiah kepada pasangan, membahagiakan hati pasangan, serta bergembira dan bermesraan bersama pasangan, maka sesungguhnya sejak 14 abad yang lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam telah memberikan banyak contoh romantis bagi kita dalam potret kehidupan rumah tangga beliau bersama istri-istrinya. Jauh sebelum Wiliam Shakespere sempat menulis cerita romantis Romeo dan Juliet.

Lihat saja bagaimana Aisyah ra. terharu saat ditanya tentang kenangannya bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang paling mengagumkan. Istri kesayangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam itu menjawab dengan penghayatan yang begitu dalam : Kaana kullu amrihi ‘ajaba (Semua tentangnya menakjubkan !). Seolah-olah Aisyah ra berbalik bertanya : “ Manakah dari pribadi beliau yang tidak mengagumkan ? “. Begitu romantisnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam hingga Aisyah tidak bisa melukiskannya dengan kata-kata selain menakjubkan.!

Aisyah ra ingat persis ketika Rasulullah saw menggendongnya mesra melihat orang-orang Habsyi bermain-main di pekarangan masjid hingga ia merasa bosan. Di hari lainnya, suaminya tercinta itu malah mengajaknya berlomba lari dan mencuri kemenangan atasnya saat badannya bertambah subur. Aisyah ra juga takkan lupa saat Rasulullah saw memanggilnya dengan panggilan kesayangan “Humaira” (yang pipinya kemerah-merahan). Sebuah panggilan yang benar-benar mampu membuat pipi Aisyah bersemu merah jambu. Malu dan salah tingkah. Sementara di dalam rumah, potret romantis Aisyah bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam lebih menakjubkan. Mereka makan sepiring berdua, tidur satu selimut berdua, bahkan hingga mandi satu bejana ! Bayangkan, adakah yang lebih romantis dari tiga hal tersebut ?


Yang unik lagi misalnya, jika Anda pernah melihat film-film barat, maka ada sebuah kebiasaan aneh saat pesta , yaitu melumuri atau melempar wajah temannya dengan kue-kue yang ada. Kemudian mereka saling membalas. Ternyata, uswah kita tercinta shallallahu alaiahi wa salam pernah melakukannya dengan dua istrinya ; Aisyah ra dan Saudah ra. Mereka berdua asyik bercanda, saling membalas melumuri wajah madunya dengan sebuah makanan sejenis jenang. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam tidak hanya tersenyum simpul, bahkan juga ikut menyemangati kedua istrinya . Berani mencoba ?


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam adalah seorang lelaki sebagaimana lelaki lainnya, namun bagi para ummahatul mukminin , beliau bukan sekedar suami yang biasa. Beliau adalah suami yang romantis dengan segenap arti yang bisa diwakili oleh kata romantis. Diriwayatkan dari Umarah, ia berkata : Saya bertanya kepada Aisyah ra : “ Bagaimana keadaan Rasulullah bila berduaan dengan isri-istrinya ? “ Jawabnya : “ Dia adalah seorang lelaki seperti lelaki yang lainnya.Tetapi bedanya beliau seorang yang paling mulia, paling lemah lembut, serta senang tertawa dan tersenyum “ (HR Ibnu Asakir & Ishaq ).


Jika merasa belum lengkap dengan contoh nyata dari kehidupan rumah tangga beliau, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam telah menegaskan secara khusus pada umatnya untuk berlaki romantis pada pasanagannya. Beliau bersabda : “Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik terhadap istrinya. Dan aku adalah yang terbaik pada istri dari kamu sekalian “. (HR Tirmidzi & Ibnu Hibban) . Tidak tanggung-tanggung, bahkan Al-Quran juga telah mengisyaratkan hal yang senada : “ Dan bergaullah dengan mereka (istri-istrimu) secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, maka (bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak “ ( QS An-Nisa :41 )


Syarat untuk menjadi terbaik, harus berbuat baik terlebih dahulu kepada istri. Berbuat baik itu luas dan banyak peluangnya. Dari yang sekedar tersenyum, meremas jari tangan, bahkan hingga merawat pasangan kita saat sakit sekalipun. Subhanallah, bermesraan dengan istri itu membahagiakan hati dan menghapus segala gundah. Dan ternyata bukan itu saja, Islam juga menjadikan kebaikan, kemesraan, dan romantisnya seseorang terhadap pasangannya sebagai ladang pahala, bahkan kunci surga di akhirat kelak. Apakah maksud kunci surga itu ? Semoga dua hadits di bawah ini cukup bisa memberi jawaban bagi kita.


Dari Hushain bin Muhshan bahwa bibinya datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, lalu beliau bertanya kepadanya, “ Apakah engkau mempunyai suami ? Dia menjawab ;”Punya”, Beliau bertanya lagi: ”Bagaimana sikapmu terhadapnya ? “ Dia menjawab, “ aku tidak menghiraukannya, kecuali jika aku tidak mampu “. Maka beliau bersabda : “ Bagaimanapun engkau bersikap begitu kepadanya ? Sesunggguhnya dia adalah surga dan nerakamu) (HR Ahmad) . Juga diriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah bersabda : “Siapapun wanita yang meninggal dunia sedangkan suaminya dalam keadaan ridha kepadanya, maka ia masuk surga “ (HR. Hakim & Tirmidzi)


Ternyata, istri bisa masuk surga karena suami, begitu pula sebaliknya. Kalau masuk neraka ? Wal iyyadzh billah. Walhasil, seharusnya visi awal sebuah pernikahan adalah bagaimana menjadikan pasangan kita salah satu kunci-kunci surga bagi kita. Karena masuk surga itu penting, tapi lebih penting lagi masuk surga rame-rame dengan orang-orang yang kita cintai dan mencintai kita. Apakah bisa disebut bahagia jika kita menyaksikan orang-orang yang kita cintai dalam keadaan menderita ? Tidak sekali-sekali tidak. Wallahu'alam




http://www.indonesiaoptimis.com/2011/06/romantis-islami-murah-dan-berpahala.html

Minggu, 11 Desember 2011

Berlebih-lebihan dalam Mahar

Berlebih-lebihan dalam mahar termasuk problem terbesar yang menghalangi pemuda dan pemudi dari pernikahan. Padahal seorang laki-laki rindu untuk berdampingan dengan seorang wanita sebagai istrinya. Dan sebaliknya, seorang wanita rindu untuk berdampingan dengan seorang lelaki sebagi suaminya. Akan tetapi mahalnya mahar menjad rintangan terbesar bagi keduanya.

Bahkan para pemudi telah menjadi barang dagangan yang diperdagangkan oleh ayah-ayah mereka sekehendaknya. Maka bertakwalah kepada Allah wahai Ayah, apakah engkau senang putrimu serupa dengan kambing yang diperjualbelikan? Bertakwalah kepada Allah karena putrimu adalah amanah yang diletakkan di lehermu, engkau akan ditanya tentangnya pada hari kiamat nanti.

Ahlussunnah wal Jama’ah, mereka telah memberikan peringatan terhadap perkara ini, mengarahkan dan memberikan nasehat

Siapa yang membuat sunnah yang baik dalam Islam, maka dia mendapatkan pahala karenanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun�?

Imam Bukhari di dalam Shahihnya membuat bab : “Nikah dengan menjadikan ayat Al Quran sebagai mahar tanpa memberikan mahar yang lainnya�?. Kemudian beliau berkata, “Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdillah, dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Sufyan, dia berkata, Aku mendengar Abu Hazim berkata, “Aku mendengar Sahl bin Sa’ad As Sa’idi berkata, “Aku ada diantara orang-orang yang berada di sisi Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika berdiri seorang wanita seraya berkata, “Ya Rasulullah, wanita ini telah menyerahkan diri (menghadiahkan dirinya) kepadamu. Maka lihatlah wanita ini dan apa pendapatmu?�? Namun beliau tidak memberikan jawaban apapun. Kemudian wanita itu berdiri lagi dan dia mengatakan. “Ya Rasulullah, wanita ini telah menyerahkan dirinya kepadamu, maka lihatlah bagaimana pendapatmu.�? Rasulullah juga tidak menjawab apa-apa. Kemudian wanita itu berdiri untuk ketiga kalinya seraya berkata, “Wahai Rasulullah, wanita ini telah menyerahkan diri dan menghadiahkan dirinya kepadamu, maka lihatlah dan bagaimana pendapatmu.�? Melihar Rasulullah tidak memberi komentar apapun, berdirilah seseorang seraya berkata, “Ya Rasulullah, nikahkanlah aku dengan wanita itu.�? Rasulullah bertanya, “Apakah engkau memiliki sesuatu sebagai mahar ?�? Dia menjawab, “Tidak ada.�? Kata Rasulullah, “Pergilah dan carilah mahar walaupun cincin dari besi.�? Maka orang itu pergi dan mencari sesuatu yang bisa dijadikan sebagai mahar. Kemudian dia datang kembali seraya berkata, “Aku tidak mendapatkan apapun walau sekedar cincin dari besi.�? Maka Rasulullah bersabda “Apakah engkau memiliki hafalan dari Al Quran?�? Dia mengatakan, “Ya, aku menghafal surat ini dan surat itu.�? Maka Rasulullah pun berkata, “Sungguh aku telah menikahkanmu denga dia dengan apa yang ada padamu dari ayat-ayat Al Quran.�?

Abu Salamah bin Abdurrahman berkata, “Aku bertanya kepada Aisyah, istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, “Berapa besar mahar yang diberikan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam?�? Aisyah menjawab, “Mahar beliau yang diberikan untuk istri-istrinya sebesar 12 uqiyah dan nasya.�? Aisyah berkata, Apakah engkau tahu apakah nasya itu?�? Aku berkata, “Tidak�? Kata Aisyah, “Nasya adalah ½ uqiyah. Maka besarnya sekitar 500 dirham. Demikianlah mahar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk istri-istrinya.�? (HR. Muslim)

Ibnu Abbas berkata, “Tatkala Ali menikahi Fatimah, bersabdalah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada Ali, “Berikanlah sesuatu sebagai mahar untuk Fatimah�? Ali menjawab, “Aku tidak memiliki apa-apa�? Rasulullah berkata, “Mana pakaian besimu?�? (HR. Abu Dawud dengan sanad yang shahih)

Anas bin Malik mengkhabarkan bahwasanya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam melihat pada Abdurrahman bin Auf ada bekas wewangian yang biasa dipakai oleh perempuan. Maka beliau pun bertanya, “Apa ini?�? Kata Abdurrahman, “Wahai Rasulullah, aku baru saja menikahi wanita dengan mahar sebesar biji kurma emas. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

Semoga Allah memberkahimu, adakanlah walimah walau hanya dengan menyembelih seekor kambing�? (HR. Bukhari Muslim)


Sumber : Persembahan Untukmu Duhai Muslimah, Penulis : Ummu Salamah As Salafiyah, Penerbit : Al Haura.


http://menikahsunnah.wordpress.com/2007/06/19/berlebih-lebihan-dalam-mahar-2/

Sifat-sifat yang Dituntut dalam Meminang dan Menerima Pinangan

Ketika pemuda dan pemudi menginjak remaja maka mulailah dalam pikirannya terbetik kriteria-kriteria dan sifat-sifat siapa calon pendampingnya untuk menjadi isterinya pada suatu hari nanti.

Dan pandangan orang terhadap sifat-sifat itu berbeda-beda, sesuai dengan taraf pendidikannya yang dia tumbuh padanya. Maka sebagian mereka ada yang membuat kriteria, yang meliputi beberapa syarat seperti bentuk badan tingginya, warna kulitnya, warna mata. Dan diantara mereka ada yan mensyaratkan dari sisi hartanya, kekayaannya, nasab dan lain-lain.

Dan semua syarat-syarat ini dalam kenyataannya dituntut dan disukai, juga tidak dilarang untuk mencari orang yang demikian itu. Akan yang lebih baik dari itu semuanya adalah agamanya. Dalilnya yang diriwayatkan imam Bukhori dan Muslim dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda :

Dinikahi wanita karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya, maka utamakanlah yang punya agama sehingga kamu akan beruntung.�?

Makna “yang memiliki agama” yaitu : wanita yang beragama, shalihah dan berakhlak baik. Maka hendaknya tujuan meminang adalah memilih wanita yang punya agama. Adapun bila terkumpul semua sifat-sifat yang lain dari harta, keturunan dan kecantikan disertai punya agama, maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan. Akan tetapi tidak ada kebaikan pada seseorang yang memiliki harta atau keturunan, atau kecantikan
tanpa punya agama.

Wanita yang punya kecantikan tanpa agama adalah wanita yang menipu orang lain dan diri sendiri, dan wanita yang punya harta tanpa agama adalah wanita yang menindas, lacur atau rakus. Adapun wanita yang punya , keturunan, pangkat tanpa agama, dia wanita yang sombong.

Adapun wanita yang punya agama ialah wanita yang selalu taat, akhlaknya baik, tawadhu’ sekalipun dia punya kecantikan, kekayaan, pangkat yang tinggi atau keturunan mulia.

Keadaan serta sifat-sifat ini tidak hanya khusus pada wanita saja, bahkan juga untuk laki-laki. Maka bagi wanita yang dipinang, agar jangan tertipu dengan kekayaan, ketampanannya, keturunan atau pangkatnya. Bahkan wanita wajib untuk meneliti terlebih dahulu agamanya, jika lelaki itu termasuk beragama, shaleh, maka sungguh terkumpul padanya syarat-syarat terpenting, sehingga jadilah sifat-sifat menempati peringkat kedua.

Sesungguhnya seorang lelaki yang beragama akan menjaga wanita dan memeliharanya, dan akan mempergauli isterinya dengan cara yang baik, akan bersabar atas kekurangan-kekurangan isteri, dan ini yang terpenting. Maka bila Iaki-laki itu mencintainya, dia akan memuliakan isterinya, dan jika dia membencinya, dia tidak akan mendhaliminya meskipun si isteri suka hidup brrsamanya, dan bila lebih mengutamakan bercerai, maka dia tidak menahannya untuk menyakitinya, tetapi dia pisah dengan perpisahan yang sebaik-baiknya.

Sesungguhnya kehidupan ‘suami – isteri‘ penuh dengan kesulitan dan tanggung jawab yang berat serta berhadapan dengan keadaan yang selalu berubah. Jika rumah tangganya ditegakan karena harta, kemudian hilang hartanya, maka apa yang terjadi…. ? dan jika ditegakkan di atas kecantikan atau kedudukan, kemudian berubah, maka apa yang terjadi ? Tidak diragukan lagi akan terjadi perpecahan dalam rumah tangga dan akan muncul perselisihan, karena pernikahannya tidak ditegakkan di atas dasar yang kokoh, tetapi atas syahwat Individu tanpa pangkal dan landasan yang kuat.

Adapun apabila pernikahan dibangun atas dasar menjaga agama, dimana agama itu merupakan aqidah yang tetap dan kokoh di hati muslim yang beragama, dia bangun diatasnya perbuatan dan perkataannya, dan dari dasar Itu dia bermuamalah dengan yang lainnya. Maka kita tahu, bahwa seorang muslim yang beragama, baik laki-laki maupun perempuan, dia akan bersyukur pada Allah Subhanahu wa taala dalam keadaan lapang, dan bersabar dalam keadaan sempit. Dia akan bergaul atau mensikapi kenyataan dengan iman dan sabar, dan dia akan saling tolong-menolong dengan isterinya ( teman hidupnya) dengan penuh amanah dan kegembiraan.


(Dikutip darikitab Ushulul Mu’asyarotil Zaujiyah, Penulis: Al-Qodhi Asy-Syaikh Muhammad Ahmad Kan’an, Edisi Indonesia “Tata Pergaulan Suami Istri Jilid I�? Penerbit Maktabah Al-Jihad, Jog)

Disalin langsung dari situs www.darussalaf.or.id


http://menikahsunnah.wordpress.com/2007/06/20/sifat-sifat-yang-dituntut-dalam-meminang-dan-menerima-pinangan/

Memandang Pinangan (Nazhor)

Pada dasarnya di dalam hukum syariat melihat wanita asing bagi lelaki dan sebaliknya adalah haram. Yang diwajibkan adalah menundukan pandangan dari yang haram bagi laki-laki maupun wanita, firman Allah Ta’ala (yang artinya) :

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat; Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putera saudara laki¬-laki mereka, atau putera saudara-saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki ; atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita, Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung

(Q.S An¬Nuur : 30-31)

Adapun orang yang meminang, memandang gadis yang dipinangnya atau sebaliknya maka itu boleh, bahkan itu dianjurkan. Akan tetapi dengan syarat berniat untuk mengkhitbah. Hadits-hadits tentang ini banyak sekali.
Adapun dalam hadits Shahih Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam telah berkata pada seseorang yang akan menikahi wanita :
“Apakah engkau telah melihatnya ?” dia berkata : “Belum”. Beliau bersabda :’Maka
pergilah, lalu lihatlah padanya. “

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, Hakim dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu : Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda :
Jika salah seorang diantara kalian meminang seorang perempuan dan jika mampu melihat seorang perempuan dari apa-apa yang mendorong kamu untuk menikahinya maka kerjakan.�?

Orang yang meminang boleh memandang pinangannya pada telapak tangan dan wajah saja menurut jumhur ulama. Karena wajah cukup untuk bukti kecantikannya dan dua tangan cukup untuk bukti keindahan/kehalusan kulit badannya. Adapun yang lebih jauh dari itu kalau dimungkinkan, maka hendaknya orang yang meminang mengutus ibunya atau saudara perempuannya untuk menyingkapnya, seperti bau mulutnya, bau ketiaknya dan badannya, serta keindahan rambutnya.

Dan yang lebih baik orang yang meminang melihat pada yang dipinang sebelum dia meminang, sehingga jika dia tidak suka padanya, maka dia bisa berpaling dari perempuan itu tanpa menyakitinya. Dan tidak disyaratkan adanya keridhaan atau sepengetahuan si wanita itu, bahkan si lelaki itu boleh melihat tanpa diketahui wanita pinangannya atau ketika dia lalai (diintip) dan itu lebih utama..

Sungguh telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Thabrani dari Abi Humaid As-Sa’idi Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

Apabila seorang diantara kamu meminang wanita, maka tidak mengapa kamu melihatnya jika kamu melihatnya untuk dipinang, meskipun wanita itu tidak tahu�?

Adapun yang menjadi kebiasaan kaum muslimin dalam ‘pinangan‘ yaitu berdua-berduaan, pergi dan bergadang berdua, maka itu adalah racun karena mengikuti kebiasaan orang-orang barat yang jelek, yang menyerbu negeri-negeri muslimin. Alasan mereka yaitu masing¬-masing dari dua orang yang bertunangan akan bisa saling mempelajari karakter yang lainnya dengan jalan tersebut dan untuk lebih mengenal agar nanti menjadi pasangan yang ideal dan bahagia.

Ini adalah sesuatu yang tidak benar berdasarkan kenyataan sebab masing-masing berpura-pura dihadapan pasangannya dengan apa-¬apa yang tidak ada padanya, yakni berupa akhlaq yang baik. Dan menampakkan bagi pasangan apa-apa yang berbeda dari kenyataanya dan tidak menampakkan aslinya kecuali setelah nikah dimana telah hilang sikap kepura-puraan itu dan terbongkar hakekat dari masing-masing keduanya. Maka mereka akan ditimpa kekecewaan yang besar.

Kami tahu berdasarkan pengalaman kami di mahkamah syar’iyyah bahwa menempuh jalan yang disyari’atkan dan menjaga hukum-hukum syari’at dari keduanya di semua tahapan-¬tahapan dalam menuju pernikahan, dimulai dari khitbah sampai dengan malam pengantin merupakan sebab yang menjamin kebahagiaan rumah tangga bagi keduanya dengan taufiq dan keridhoan Allah Subhanahu wa ta’ala. Adapun orang yang melakukan
tahapan-tahapan itu dengan kebiasaan orang-orang kafir yang jelek maka mereka akan mengalami kegagalan.


(Dikutip darikitab Ushulul Mu’asyarotil Zaujiyah, Penulis: Al-Qodhi Asy-Syaikh Muhammad Ahmad Kan’an, Edisi Indonesia “Tata Pergaulan Suami Istri Jilid I�? Penerbit Maktabah Al-Jihad, Jog)

Disalin langsung dari situs www.darussalaf.or.id


http://menikahsunnah.wordpress.com/2007/06/20/memandang-pinangan-nazhor/

Syarat Aqad Nikah

Telah kami sebutkan di awal bab satu tentang makna nikah dan hukumnya dan akan kami sebutkan dalam bab ini syarat-syarat syar’i yang harus dipenuhi untuk syahnya nikah serta hukum-hukum syar’i yang timbul darinya. Sesungguhnya aqad nikah itu suatu ungkapan dari ‘ijab’, dan ‘qobul’, yang memulai aqad disebut ‘al-mujib’ ,dan pihak yang lain disebut ‘qabil’. Dan mungkin adanya ‘ijab‘ dari laki-laki atau wakilnya, dan bisa jadi dari wanita atau wakilnya, demikian pula ‘qobul‘.

Dan lafadh yang shohih untuk ‘aqad nikah’ yang tidak ada khilaf padanya adalah : (… “zawwajtuka… “(Saya kawinkan engkau…), atau “….`ankahtuka …” (Aku nikahkan engkau…). Ketika seorang wanita berkata “Kukawinkan diriku ….” atau berkata wakilnya “Kukawinkan engkau…“, maka telah terwujud ‘ijab dari satu sisi. Bila di sisi lain telah berkata : “Qobiltu” (aku terima), maka telah terjadilah ‘aqad nikah‘, bila telah terpenuhi syarat-syaratnya. Antara lain :

1. Tatkala ijab qobul disebutkanmaharnya‘, baik kontan atau pun hutang. Dan disebutkan syarat lain jika ada, seperti dijadikannya kekuasaan atau perlindungan di tangan isteri sehingga dia bisa menentukan kapan cerainya, atau sampai batas waktu tertentu dengan perceraian sekali yang ba’in (selamanya).

2. Dan syarat nikah yang terpenting adalah hadirnya dua saksi yang merdeka, baligh, berakal, muslim, untuk pernikahan muslim dan muslimat, yang mendengar ucapan aqad nikah, dan faham bahwa itu aqad nikah dan syah jika dua saksi itu dari kerabat suami istri, seperti bapak atau saudara laki-laki atau anaknya.


(Dikutip darikitab Ushulul Mu’asyarotil Zaujiyah, Penulis: Al-Qodhi Asy-Syaikh Muhammad Ahmad Kan’an, Edisi Indonesia “Tata Pergaulan Suami Istri Jilid I�? Penerbit Maktabah Al-Jihad, Jogjakarta)

Disalin langsung dari situs www.darussalaf.or.id


http://menikahsunnah.wordpress.com/2007/06/20/syarat-aqad-nikah/

Hukum-hukum Aqad Nikah

Sesungguhnya aqad nikah merupakan ikatan yang kokoh dan kuat, karena masing-masing suami isteri terikat dengan ikatan ini dengan haq-haqnya, dan jadilah suami bertanggung jawab kepada isterinya dengan menjaga sebagian syarat-syarat yang tidak diterangkan disini. Dan hukum yang terpenting dari ikatan ini adalah:

A. Tetapnya pernikahan diantara dua orang yang berakal dan mengenai keduanya hukum-hukum pernikahan, dan halal bersenang-senang satu sama lainnya, dan jadilah haram ibu dari isterinya, dan tetaplah waris dari kedua belah pihak (suami isteri).

B. Wajib bagi suami dengan sekedar aqad nikah :

1. Memberi ‘mahar’ baik kontan maupun hutang
2. Memberi nafkah dengan segala macamnya, yaitu : makanan, pakaian, tempat tinggal, dll, kepada wanita yang dinikahi.

C. Yang harus dilakukan suami atas isterinya :

1. Ditetapkan bagi suami harus mendidik si isteri dengan cara yang baik, karena suami tersebut adalah pemimpin atas isterinya.
2. Isteri wajib mentaatinya dalam hal-hal yang mubah dan memelihara kehormatannya dan wajib tinggal di rumah dan tidak keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya atau karena keadaan darurat.
3. Bagi isteri tidak boleh menghalangi hak suami untuk bersenang-senang dengannya kecuali karena udzur seperti haidh.


(Dikutip darikitab Ushulul Mu’asyarotil Zaujiyah, Penulis: Al-Qodhi Asy-Syaikh Muhammad Ahmad Kan’an, Edisi Indonesia “Tata Pergaulan Suami Istri Jilid I�? Penerbit Maktabah Al-Jihad, Jogjakarta)

Disalin langsung dari situs www.darussalaf.or.id


http://menikahsunnah.wordpress.com/2007/06/20/hukum-hukum-aqad-nikah/